MAQASID AL-SYARIAH
Disusun Guna Memenuhi Salah Satu
Tugas
Mata Kuliah: Ushul Fiqih II
Dosen Pengampu: Suhadi,
M.S.I
Disusun
Oleh:
Siti
Farrohah Alimina : 110353
Sugiarti : 110364
JURUSAN TARBIYAH / PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
KUDUS
TAHUN 2012
MAQASID AL- SYARIAH
A.
Pendahuluan
Perlu diketahui bahwa syariah tidak menciptakan
hukum-hukumnya dengan kebetulan, tetapi dengan hukum-hukum itu bertujuan untuk mewujudkan maksud-maksud yang umum. Kita tidak dapat memahami nash-nash
yang hakiki kecuali mengetahui apa yang dimaksud oleh syara’ dalam menciptakan
nash-nash itu. petunjuk-petunjuk lafadz dan ibaratnya terhadap makna
sebenarnya, kadang-kadang menerima beberapa makna yang ditarjihkan yang salah
satu maknanya adalah mengetahui maksud syara’.
Kaidah-kaidah pembentukan hukum Islam ini, oleh ulama ushul diambil berdasarkan penelitian terhadap
hukum-hukum syara’,
illat-illatnya dan hikmah (filsafat) pembentukannya diantara nash-nash itu pula
ada yang menetapkan dasar-dasar pembentukan hukum secara umum, dan pokok-pokok
pembentukannya secara keseluruhan seperti juga halnya wajib memelihara
dasar-dasar dan pokok–pokok itu dalam mengistimbath hukum dari nash-nashnya, maka wajib pula
memelihara dasar-dasar dan pokok-pokok itu dalam hal yang tidak ada nashnya,
supaya pembentukan hukum itu
dapat merealisasikan apa yang
menjadi tujuan pembentukan hukum
itu, dan dapat mengantarkan kepada merealisasikan kemaslahatan manusia serta menegakkan keadilan diantara
mereka.
Dalam makalah ini nanti akan dibahas berbagai macam
hal yang berhubungan dengan Maqasid al-Syariah, baik mengenai pengertian, macam-macam dan tingkatan dari Maqasid al-Syariah.
B.
Rumusan Masalah
Dari berbagai uraian yang telah dijelaskan dalam pendahuluan, penulis tertarik untuk
mengangkat beberapa permasalahan dalam makalah ini, yaitu :
1.
Apakah pengertian dari Maqasid al-Syariah itu?
2.
Apa sajakah macam-macam dari
Maqasid al-Syariah?
C.
Pembahasan
1.
Pengertian Maqasid al-Syariah
Secara lughawi maqasid al syari’ah terdiri dari dua kata, yakni maqasid
dan syari’ah. Maqasid adalah bentuk jama’ dari maqsud yang berarti kesengajaan
atau tujuan.[1]
Syari’ah secara bahasa berarti المواضع تحدر الى الماء yang berarti jalan menuju sumber air. Jalan menuju
air ini dapat dikatakan sebagai jalan kearah sumber pokok kehidupan.[2]
Dalam karyanya al-Muwafaqat, al-Syatibi mempergunakan kata yang
berbeda-beda berkaitan dengan maqasid al-syari’ah. Kata-kata itu ialah maqasid
al-syari’ah,[3]
al-maqasid al-syar’iyyah fi al-syari’ah,[4]
dan maqasid min syar’i al-hukm.[5]
Menurut al-Syatibi sebagai yang dikutip dari
ungkapannya sendiri:
هذه الشريعة...وضعت لتحقيق مقاصد
الشارع فى قيام مصالحهم فى الدين والدنيا معا[6]
“ Sesungguhnya syariat itu
bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat.”
Dalam ungkapan yang lain dikatakan oleh al-Syatibi
الآحكام مشروعة لمصالحالعباد[7]
“Hukum-hukum disyari’atkan
untuk kemaslahatan hamba."
Jadi, maqashid merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan sesuatu.
Terdapat berbagai pendefinisian telah dilontarkan oleh ulama usul fiqh tentang istilah maqasid. Ulama
klasik tidak pernah mengemukakan definisi yang spesifik terhadap maqasid, malah
al-Syatibi yang terkenal sebagai pelopor ilmu maqasid[8]
pun tidak pernah memberikan definisi tertentu kepadanya. Namun ini tidak
bermakna mereka mengabaikan maqasid syara' di dalam hukum-hukum syara'. Berbagai tanggapan terhadap
maqasid dapat dilihat di dalam karya-karya mereka. Kita akan dapati tanggapan
ulama klasik yang pelbagai inilah yang menjadi unsur di dalam definisi-definisi
yang dikemukakan oleh ulama mutakhir selepas mereka. Apa yang pasti ialah
nilai-nilai maqasid syara' itu terkandung di dalam setiap ijtihad dan
hukum-hukum yang dikeluarkan oleh mereka. Ini karena nilai-nilai
maqasid syara' itu sendiri memang telah terkandung di dalam al-Quran dan al-Sunnah.[9]
Ada yang menganggap maqasid ialah maslahah itu sendiri, sama dengan menarik maslahah atau menolak mafsadah.Ibn
al-Qayyim menegaskan bahwa syariah itu berasaskan kepada hikmah-hikmah dan
maslahah-maslahah untuk manusia di dunia atau di akhirat.Perubahan hukum yang
berlaku berdasarkan perubahan zaman dan tempat adalah untuk menjamin syariah
dapat mendatangkan kemaslahatan kepada manusia.[10] Sementara Al-Izz bin Abdul Salam juga berpendapat
sedemikian apabila beliau mengatakan "Syariat itu semuanya maslahah, menolak kejahatan atau menarik kebaikan…".[11]
Ada juga yang memahami maqasid sebagai lima prinsip Islam yang asas yaitu menjaga agama, jiwa, akal , keturunan dan
harta. Di satu sudut yang lain, ada juga ulama klasik yang
menganggap maqasid itu sebagai logika pensyariatan sesuatu hukum.[12]
Kesimpulannya maqasid syariah ialah "matlamat-matlamat yang ingin
dicapai oleh syariat demi kepentingan umat manusia". Para ulama telah menulis tentang
maksud-maksud syara’, beberapa maslahah dan sebab-sebab yang menjadi dasar syariah
telah menentukan bahwa maksud-maksud tersebut dibagi dalam dua golongan sebagai
berikut:
a.)
Golongan Ibadah, yaitu membahas
masalah-masalah Ta’abbud yang berhubungan langsung antara manusia dan
khaliqnya, yang satu persatu nya telah dijelaskan oleh syara’.
b.)
Golongan Muamalah Dunyawiyah,
yaitu kembali pada maslahah-maslahah dunia, atau seperti yang ditegaskan oleh
Al Izz Ibnu Abdis Salam sebagai berikut:
“Segala
macam hukum yang membebani kita semuanya, kembali kepada maslahah di dalam
dunia kita, ataupun dalam akhirat. Allah tidak memerlukan ibadah kita itu.
Tidak memberi manfaat kepada Allah taatnya orang yang taat, sebagaimana tidak memberi
mudarat kepada Allah maksiatnya orang yang durhaka”.
Akal
dapat mengetahui maksud syara’ terhadap segala hukum muamalah, yaitu berdasarkan pada upaya
untuk mendatangkan manfaat bagi manusia dan menolak mafsadat dari mereka.
Segala manfaat ialah mubah dan segala hal mafsadat ialah haram. Namun ada
beberapa ulama, diantaranya, Daud Azh – Zhahiri tidak membedakan antara ibadah
dengan muamalah.[13]
2.
Macam-Macam Maqasid al-Syariah
Beberapa
ulama ushul telah mengumpulkan beberapa maksud yang umum dari mensyari’atkan hukum menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.)
Syariat yang berhubungan dengan
hal-hal yang bersifat kebutuhan primer manusia (Maqashid al- Dharuriyat)
Hal-hal
yang bersifat kebutuhan primer manusia seperti yang telah kami uraikan adalah
bertitik tolak kepada lima perkara, yaitu: Agama, jiwa, akal, kehormatan
(nasab), dan harta. Islam telah mensyariatkan bagi masing-masing lima perkara
itu, hukum yang menjamin realisasinya dan pemeliharaannya. lantaran dua jaminan
hukum ini, terpenuhilah bagi manusia kebutuhan primernya.
1)
Agama
Agama merupakan persatuan akidah, ibadah, hukum, dan
undang-undang yang telah disyariatkan oleh Allah SWT untuk mengatur hubungan
manusia dengan Tuhannya (hubungan vertikal), dan hubungan antara sesama manusia (hubungan horizontal).
agama Islam juga merupakan
nikmat Allah yang tertinggi dan sempurna seperti yang dinyatakan dalam
Al-Qur’an surat al-Maidah : 3
”pada hari Ini Telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah
Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”.
Beragama merupakan kekhususan bagi manusia,
merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi karena agama lah yang dapat
menyentuh nurani manusia. seperti perintah Allah agar kita tetap berusaha
menegakkan agama, seperti firman-Nya dalam surat Asy-syura : 13.
Agama Islam juga harus dipelihara dari
ancaman orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang hendak meruska akidahnya,
ibadah-ibadah akhlaknya,atau yang akan mencampur adukkan kebenaran ajaran islam
dengan berbagai paham dan aliran yang batil. walau begitu, agama
islam memberi perlindungan dan kebebasan bagi penganut agama lain untuk
meyakini dan melaksanakan ibadah menurut agama yang diyakininya, orang-orang
islam tidak memaksa seseorang untuk memeluk agama islam. hal ini seperti yang
telah ditegaskan Allah dalam firman-Nya dalam surat al-Baqarah : 256.
2)
Memelihara Jiwa
Islam melarang pembunuhan dan pelaku pembunuhan
diancam dengan hukuman Qisas (pembalasan yang seimbang), diyat (denda) dan
kafarat (tebusan) sehingga dengan demikian diharapkan agar seseorang
sebelum melakukan pembunuhan, berfikir secara dalam terlebih dahulu, karena
jika yang dibunuh mati, maka seseorang yang membunuh tersebut juga akan mati,
atau jika yang dibunuh tersebut cidera, maka si pelakunya akan cidera yang
seimbang dengan perbuatannya.
Banyak ayat yang menyebutkan tentang larangan
membunuh, begitu pula hadist dari nabi Muhammad, diantara ayat-ayat tersebut
adalah :
1)
Surat Al-Baqarah ayat 178-179
2)
Surat al-an’am ayat 151
3)
Surat Al-Isra’ ayat 31
4)
Surat Al-Isra’ ayat 33
5)
Surat An-Nisa ayat 92-93
6)
Surat Al-Maidah ayat 32.
Berikut ini adalah salah satu contoh ayat yang
melarang pembunuhan terjadi di dunia, yaitu surat Al-Isra’
ayat 33
“Dan
janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan
dengan suatu (alasan) yang benar[853]. dan barangsiapa dibunuh secara zalim,
Maka Sesungguhnya kami Telah memberi kekuasaan[854] kepada ahli warisnya,
tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia
adalah orang yang mendapat pertolongan”.
3)
Memelihara Akal
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna diantara seluruh makhluk
ciptaan Allah yang lainnya. Allah telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik
bentuk, dan melengkapi bentuk itu dengan akal.
Untuk menjaga akal tersebut, Islam telah melarang minum Khomr (jenis
menuman keras) dan setiap yang memabukkan dan menghukum orang yang meminumnya
atau menggunakan jenis apa saja yang dapat merusak akal.
Begitu banyak ayat yang menyebutkan tentang kemuliaan
orang yang berakal dan menggunakan akalnya tersebut dengan baik. Kita disuruh untuk memetik pelajaran kepada
seluruh hal yang ada di bumi ini, termasuk kepada binatang ternak, kurma, hingga lebah, seperti yang tertuang
dalam surat An-Nahl ayat 66-69.
“66.
Dan Sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran
bagi kamu. kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya
(berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi
orang-orang yang meminumnya.
67.
Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan
rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.
68.
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di
bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin
manusia",
69.
Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan
Tuhanmu yang Telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman
(madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang
menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan”.
4)
Memelihara Keturunan
Untuk memelihara keturunan, Islam telah mengatur
pernikahan dan mengharamkan zina, menetapkan siapa-siapa yang tidak boleh
dikawini, sebagaimana cara-cara perkawinan itu dilakukan dan syarat-syarat apa
yang harus dipenuhi, sehingga perkawinan itu dianggap sah dan percampuran
antara dua manusia yang berlainan jenis itu tidak dianggap zina dan anak-anak
yang lahir dari hubungan itu dinggap sah dan menjadi keturunan sah dari
ayahnya. Islam tak hanya melarang zina, tapi juga melarang perbuatan-perbutan
dan apa saja yang dapat membawa pada zina.
5)
Memelihara harta benda
Meskipun pada hakikatnya semua harta benda itu
kepunyaan Allah, namun Islam
juga mengakui hak pribadi seseorang. Oleh karena manusia sangat tama’ kepada harta benda, dan
mengusahakannya melalui jalan apapun, maka Islam mengatur supaya jangan sampai terjadi bentrokan antara satu
sama lain. Untuk itu, Islam mensyariatkan
peraturan-peraturan mengenai mu’amalat seperti jual beli, sewa menyewa, gadai
menggadai dll[14].
b.)
Syariat yang berhubungan dengan
hal-hal yang bersifat kebutuhan sekunder manusia (Maqashid al-Hajiyat)
Hal-hal yang bersifat kebutuhan sekunder bagi manusia
bertitik tolak kepada sesuatu yan gdapat menghilangkan kesempitan manusia,
meringankan beban yan gmenyulitkan mereka, dan memudahkan jalan-jalan muamalah
dan mubadalah (tukar menukar bagi mereka). Islam telah benar-benar mensyariatkan sejumlah hukum dalam berbagai
ibadah, muamalah, dan uqubah (pidana), yang dengan itu dimaksudkan
menghilangkan kesempitan dan meringankan beban manusia.
Dalam lapangan ibadah, Islam mensyariatkan beberapa hukum rukhsoh
(keringanan, kelapangan) untuk meringankan beban mukallaf apabila ada
kesullitan dalam melaksanakan hukum azimah (kewajiban). contoh,
diperbolehkannya berbuka puasa pada siang bulan ramadhan bagi orang yang sakit
atau sedang bepergian.
Dalam lapangan muamalah, Islam mensyariatkan banyak macam akad
(kontrak) dan urusan (tasharruf) yang menjadi kebutuhan manusia. seperti, jual
beli, syirkah (perseroan), mudharobah (berniaga dengan harta orang lain) dll.
c.)
Syariat yang berhubungan dengan
hal-hal yang bersifat kebutuhan pelengkap manusia (Maqashid al-Tahsini)
Dalam kepentingan-kepentingan manusia yang bersifat pelengkap ketika Islam mensyariatkan bersuci
(thaharah), disana dianjurkan beberapa hal yang dapat menyempurnakannya. Ketika Islam menganjurkan perbuatan sunnat
(tathawwu’), maka Islam
menjadikan ketentuan yang di dalamnya sebagai sesuatu yang wajib baginya.
Sehingga seorang mukallaf tidak membiasakan membatalkan amal yang
dilaksanakannya sebelum sempurna .
Ketika
Islam menganjurkan derma (infaq),
dianjurkan agar infaq dari hasil bekerja yang halal. Maka jelaslah, bahwa tujuan dari setiap
hukum yang disyariatkan adalah memelihara kepentingan pokok manusia, atau
kepentingan sekundernya atau kepentingan pelengkapnya, atau menyempurnakan
sesuatu yang memelihara salah satu diantara tiga kepentingan tersebut[15].
D.
Kesimpulan
Maqasid syariah ialah matlamat-matlamat yang ingin
dicapai oleh syariat demi kepentingan umat manusia.
Beberapa
ulama ushul telah mengumpulkan beberapa maksud yang umum dari menasyri’atkan
hukum menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.)
Syariat yang berhubungan dengan
hal-hal yang bersifat kebutuhan primer manusia. Kebutuhan primer ini dibagi menjadi lima, yaitu agama, jiwa, akal,
keturunan, dan harta
b.)
Syariat yang berhubungan dengan
hal-hal yang bersifat kebutuhan sekunder manusia. Kebutuhan ini yang dapat memperlancar
hubungan antar manusia, seperti muamalah, mubadalah ibadah secara horizontal,
dll.
c.)
Syariat yang berhubungan dengan
hal-hal yang bersifat kebutuhan pelengkap manusia.
E.
Daftar Pustaka
Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Abdul Wahab Khallaf, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 1996
Hammad al-Obeidi, al-Syatibi wa Maqasid
al-Syariah, Mansyurat Kuliat al-Da'wah al-Islamiyyah, Tripoli, cet.
Pertama, 1401H/1992
Ibn Qayyim al-Jauziyyah, I'lam al-Muwaqqi'in,
Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1996, jilid 3
Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, Bumi aksara, Jakarta,
1992
Khairul Umam dan Ahyar Aminudin, Ushul
Fiqih II, Pustaka Setia, Bandung, 2001
Muhammad Fathi al-Duraini, al-Manahij
al-usuliyyah, Beirut, Muassasah al-Risalah, 1997
Nuruddin Mukhtar, al-Khadimi, al-Ijtihad
al-Maqasidi,Qatar , 1998
[1]
Hans Wehr, A Dictionary of Modern
Written Arabic, J. Milton Cowan (ed)(London: Mac Donald &Evan Ltd,
1980), hlm. 767
[2]
Ibn Mansur al-Afriqi, Lisan
al-‘Arab, Dar al-Sadr, Beirut, hlm.175
[3]
Al-Syatibi, al-Muwafaqat fi Ushul
al-Syari’ah, Kairo, I, hlm. 21
[4]
Ibid, hlm. 23
[8]
Hammad al-Obeidi, al-Syatibi wa Maqasid al-Syariah, Mansyurat Kuliat
al-Da'wah al-Islamiyyah, Tripoli, cet. Pertama, 1401H/1992M, m.s. 131
[9]
Muhammad Fathi al-Duraini, al-Manahij al-usuliyyah, Beirut, Muassasah
al-Risalah, 1997M, m.s.48.
[10] Ibn Qayyim al-Jauziyyah, I'lam al-Muwaqqi'in,
Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1996M, jil.3, m.s.37
[11] Al-Izz bin Abdul Salam, opcit, jil.1, m.s.9.
[12]Nuruddin Mukhtar, al-Khadimi, al-Ijtihad
al-Maqasidi,Qatar , 1998M , m.s.50
[13]
Kahairul Umam dan Ahyar Aminudin, Ushul Fiqih II, Pustaka Setia,
Bandung, 2001, hlm 125-126.
[14] Ismail
Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, Bumi aksara, Jakarta, 1992, hlm
67-101
[15] Abdul
Wahab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Abdul Wahab Khallaf, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm 333-343
اسلام عليكم اخت
BalasHapusminta ijin download
jazakillah khairan katsira
barakallahu fiik
terima kasih telah menulis artikel sperti ini.
BalasHapusmasya Allah,,,, sangat bermanfaat,,,
BalasHapusSyukron. Atas ilmunya
BalasHapusTerimakasih sangat membantu sekali
BalasHapusizin untuk dizadikan sumber
BalasHapusAfwan ana mau izin untuk dijadikan sumber
BalasHapusTerrima kasih. Ijin copas. Sangat membantu sekali. Semoga blognya semakin maju.
BalasHapusIjin copas
BalasHapus